Berkunjung ke Provinsi Aceh, selain menikmati wisata alam yang indah, kita juga bisa mengunjungi lokasi wisata sejarah. Cut Nyak Dhien siapa yang tak kenal dengan beliau, sosok perempuan yang dengan kegigihannya melawan penjajah dan mampu menyurutkan perlawanan dari pasukan Belanda pada masanya dulu. Bahkan tidak itu saja, beliau juga sangat disegani oleh musuh-musuh nya.
“Sebagai perempuan Aceh, jangan meneteskan air mata atas orang yang syahid!” Begitulah beliau berkata kepada anak perempuannya Cut Gamblang yang sedih melihat jasad ayahanda syahid di medan perang.
Entah terbuat dari apa jiwa perempuan tua tersebut karena mempunyai jiwa yang begitu kuat. Adalah Cut Nyak Dhien, seorang pejuang dari kaum perempuan yang berasal dari tanah rencong. Beliau pernah menjadi pemimpin perlawanan terhadap pasukan Belanda.
Cut Nyak Dhien yang pada tahun 1964 ditetapkan menjadi Pahlawan Nasional dan saat ini tidak banyak yang tahu bahwa rumah beliau yang ada di Aceh itu kini telah dijadikan museum oleh pemerintah setempat yang memajang benda-benda yang dekat dengan keseharian beliau di beberapa waktu lampau.
Mulanya, saya pikir tidak akan sulit menemukan lokasi kediaman beliau dulu karena menurut saya, Cut Nyak Dhien adalah orang yang sangat terkenal di nusantara ini, apalagi di tanah kelahirannya sendiri. Tentu tidak akan sulit mencarinya jika saya mau bertanya kepada setiap orang yang tinggal di Aceh ini.
Namun, setelah saya mulai mencari di mana museum rumah beliau, saya sedikit kecewa karena pertama kali saya bertanya pada seorang ibu yang sedang bersama anaknya, saya mendapatkan jawaban yang sangat tidak saya harapkan. “Kalau museum rumah Cut Nyak Dhien, ibu kurang tahu dek, yang ibu tahu cuma museum rumah aceh.” Itulah jawaban dari ibu dan anaknya tersebut. Saya berpikir positif saja, mungkin ibu tersebut bukan warga asli Aceh.
Karena saya belum mendapatkan di mana lokasi museum rumah Cut Nyak Dhien tersebut, saya memutuskan untuk minum kopi sejenak, kebetulan tak jauh dari tempat saya bertanya sebelumnya saya melihat ada sebuah warung kopi. Sekalian saya mau mencoba kopi Aceh yang oleh para penikmat kopi bilang, jika berkunjung ke provinsi Aceh, akan menyesal jika tidak mencoba bagaimana nikmatnya kopi Aceh. Memang, dari banyak sumber yang saya dengar, kopi Aceh telah terkenal bahkan sampai keluar negeri.
Saya memasuki warung kopi itu. Susunan meja dan kursi seperti semua warung minum pada umumnya, tidak ada perbedaan yang mencolok menurut saya, kecuali, percakapan orang di sini yang sedikitpun tidak saya mengerti.
Setelah saya menghabiskan secangkir kopi tadi, saya berniat untuk melanjutkan pencarian kediamannya Cut Nyak Dhien kembali. Sambil membayar minuman tadi, saya mencoba bertanya pada pemilik warung kopi tersebut, “Mau tanya bang, museum rumah Cut Nyak Dhien arah mana ya bang? Mereka tampak bingung, saling memandang, dan saling berbicara dalam bahasa Aceh. Saya tidak mengerti sedikitpun apa yang sedang mereka bicarakan, namun, dari gerak-gerik mereka saya bisa menebak bahwa merekapun tampak kebingungan di mana letak museum itu. Beberapa saat kemudian, “duh, kami kurang tahu juga dek, di sini museum yang kami tahu cuma museum rumah Aceh.” Mendengar jawaban itu, saya kembali kecewa. Oh Tuhan, ada apa dengan orang di sini, kenapa susah sekali menemukan museum rumah Cut Nyak Dhien.
Saya teringat akan kata-kata Soekarno “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa-jasa pahlawannya”. Sayang, yang terjadi di depan saya sekarang malah sebaliknya. Jangankan pejuang-pejuang dari daerah lain, seorang pejuang besar yang tanah kelahirannya di sinipun masih ada yang tidak mengenalnya, alangkah malangnya nasib bangsa ini.
Pada saat bersamaan saya mendengar seorang bapak, sekitar 60 tahunan, berkata, “Anak mau pergi ke rumah Cut Nyak Dhien? Pergilah ke daerah bernama Lampisang, kemudian tanya pada warga di sana di mana rumah beliau, kamu tidak akan susah mencarinya, karena rumah beliau berada tepat di pinggir jalan.” Sungguh melegakan! Ternyata masih ada yang tahu. Tapi, apakah hanya orang yang sudah tua yang kenal sejarah di sini? Besar harapan saya, selain orang yang telah saya tanyai sebelumnya tadi, semua tahu akan sejarah yang telah diperjuangkan oleh pejuang mereka sendiri.
Setelah bertanya-tanya, sampai jugalah saya ke rumah yang menjadi tempat lahir dan besarnya seorang perempuan yang bernama Cut Nyak Dhien. Benar, museum tersebut tepat berada di pinggir jalan, di daerah Lampisang. Pada saat itu, saya melihat ada orang lain yang juga berkunjung ke sini. Tidak terlalu ramai memang, hanya beberapa rombongan keluarga.
Rumah tersebut terlihat sangat bersih dan kokoh, tidak ada kayu-kayunya yang terlihat lapuk. Terdapat banyak ruangan dan kamar di dalamnya. Juga, terdapat beberapa jenis senjata tajam yang dulunya pernah digunakan oleh keluarga Cut Nyak Dhien.
Pembelajaran menarik saya dapat hari itu. Sebuah pengingat bagi diri saya pribadi, untuk terus belajar mengenal sejarah negeri ini lebih tekun karena sejarah akan menjadi pedoman kita menatap masa depan yang lebih erat untuk mempersatukan cita – cita luhur para pejuang bangsa Indonesia untuk menciptakan Indonesia yang adil dan makmur. (AF)