Jakarta (igscyber) – Wabah virus corona Covid-19 bisa mengganggu kelangsungan kontrak-kontrak bisnis. Sebab kondisi ini bisa menjadi alasan para debitur untuk mengingkari perjanjian dengan alasan keadaan mamaksa atau force majeur alias overmacht.
Keadaan memaksa diatur secara tersebar dalam beberapa pasal Kitab UU Hukum Perdata (KUHPerdata), yaitu Bagian IV tentang Penggantian Biaya, Rugi, dan Bunga karena tidak dipenuhinya suatu perikatan (Pasal 1244-1245) dan Bagian VII tentang Musnahnya Barang yang Terutang (Pasal 1444-1445).Ketentuan-ketentuan KUHPerdata itu tidak memuat suatu batasan mengenai keadaan memaksa. Namun, ketentuan Pasal 1244 KUHPerdata menjelaskan bahwa keadaan memaksa sebagai suatu sebab yang halal. Sementara itu, ketentuan Pasal 1245 KUHPerdata menyebutkannya sebagai hal kebetulan (toeval) dan ketentuan Pasal 1444 KUHPerdata menyebutkannya sebagai hal kebetulan yang tidak dapat dikira-kirakan (onvoorziene toeval).
Apabila dilihat dari akibat-akibat keadaan memaksa, sifat keadaan memaksa terdiri dua, yaitu sifat keadaan memaksa absolut (absolute overmacht) dan sifat keadaan memaksa relatif (relative overmacht).Sifat keadaan memaksa absolut atau keadaan memaksa yang sifatnya tetap merupakan keadaan pelaksanaan prestasi tidak mungkin dilakukan para pihak terikat kontrak. Berbeda dengan sifat keadaan memaksa relatif atau sifat keadaan memaksa sementara yang merupakan keadaan pemenuhan prestasi yang kiranya masih mungkin dilakukan.Keadaan memaksa relatif ini hanya menangguhkan kewajiban para pihak untuk melaksanakan prestasi atau melaksanakan kewajiban kontraktual yang masih dapat dilakukan. Apabila faktor keadaan memaksa sudah tidak ada lagi, kewajiban untuk berprestasi muncul kembali.
Sebagai sifat keadaan memaksa relatif, diterbitkannya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Covid-19 telah memadai untuk digunakan para pihak yang terikat kontrak menunda kewajiban. POJK itu menentukan bahwa bank diberikan kelonggaran menetapkan kualitas aset dan untuk melakukan restrukturisasi kredit bagi yang terkena dampak penyebaran covid-19. Dengan kebijakan ini, debitur diberi kesempatan mengatur ulang kewajibannya disesuaikan dengan kondisi perekonomian. Kebijakan yang sama juga diberlakukan bagi perusahaan nonbank dan nasabahnya.Kebijakan pemberian kemudahan itu bukan spesifik Indonesia. Kebijakan yang serupa juga dilakukan negara yang terkena dampak covid-19. Singapura, misalnya, pada 1 April 2020 menerbitkan RUU yang melarang para pihak dalam kontrak mengambil langkah hukum jika salah satu pihak tidak melaksanakan kesepakatan. Langkah hukum yang dilarang antara lain mengajukan gugatan pailit.
Sementara itu, di Indonesia, perkara keadaan memaksa yang diputuskan Mahkamah Agung pada umumnya ialah perkara terkait dengan kehilangan objek perjanjian karena bencana alam. Oleh karena itu, mendalilkan keadaan memaksa dalam konteks bencana nasional ialah bukan praktik yang lazim dari pengadilan.Hal ini perlu dimaklumi karena kondisi pandemi seperti saat ini belum pernah terjadi sebelumnya. Perlu kehati-hatian jika terpaksa membuat penafsiran UU. Di samping harus memperhatikan maksud pembentuk UU, juga mempertimbangkan kepentingan nasional serta kemanfaatan bagi masyarakat luas.
Pada case wabah covid 19 ini, haruslah di lihat apakah efeknya massif mengganggu dalam jangka waktu tertentu yg mengakibatkan sektor usaha berada di jurang kebangkrutan atau akan segera berlalu dalam waktu dekat, jika wabah ini bisa di atasi dengan cepat, maka unsur keadaan memaksa bisa di katakan tidak memenuhi syarat, akan tetapi jika wabah covid 19 ini menginjak jangka waktu 6 bulan ke atas dan mengganggu stabilitas ekonomi, sudah sepantasnya pemerintah secara tegas mengumumkan status kondisi keadaan memaksa, dan haruslah di buatkan payung hukum secara tegas mengenai penundaan pembayaran oleh debitur terdampak, akan tetapi juga melindungi kreditur dengan formula jalan tengah yang terukur, memenuhi syarat realita saat ini.
E. Satrio, SH
Jika Ada Masalah Hukum Berkaitan Dengan Sengketa Waris, Proses Sita Jaminan, Atau Masalah Hutang Piutang, atau perkara hukum baik pidana atau perdata Segera hubungi Kantor pengacara ES&PARTNERS , di 081278277584 atau email ke: ES.AND.PARTNERS.LAWOFFICE@GMAIL.COM
ES&PARTNERS adalah kantor pengacara di Jakarta dengan tarif yang relatif terjangkau yang mengedepankan penyelesaian perkara secara efisien dan efektif dengan tim pengacara yang berpengalaman, amanah dan profesional. (HK)